Mantan CEO Google – Teknologi kecerdasan buatan (AI) kini merambah berbagai aspek kehidupan, termasuk tren menciptakan pacar AI. Tren ini memungkinkan seseorang, terutama remaja, untuk membuat pasangan romantis yang sempurna menggunakan AI. Namun, konsep ini dianggap berbahaya oleh Eric Schmidt, mantan CEO Google.
Dalam wawancaranya di The Prof G Show bersama Scott Galloway, Schmidt menjelaskan bahwa pacar AI berpotensi meningkatkan kesepian dan mendorong perilaku obsesif. Ia menyoroti tren yang sedang berkembang, di mana individu dapat menciptakan pasangan ideal melalui AI dan bahkan menjalin hubungan emosional hingga jatuh cinta pada entitas digital ini.
Schmidt juga menyinggung perlunya regulasi yang lebih jelas untuk mencegah penyalahgunaan teknologi ini, mengingat dampaknya yang tidak hanya merugikan individu tetapi juga masyarakat secara luas. Tren pacar AI, meski terdengar futuristik, menyimpan risiko psikologis yang signifikan, terutama bagi remaja yang sedang membentuk identitas emosionalnya.
Dengan popularitas AI yang terus meningkat, penting bagi pengguna untuk memahami batasan dan risiko yang ada agar teknologi ini dapat dimanfaatkan secara bijak.
Pacar AI: Risiko Obsesi yang Diingatkan oleh Eric Schmidt
Dalam wawancaranya, mantan CEO Google, Eric Schmidt, menyebut tren pacar AI sebagai salah satu contoh masalah tak terduga dari teknologi modern. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap potensi dampak negatif yang bisa muncul dari hubungan emosional antara manusia dan AI.
“Ini adalah contoh yang pas untuk masalah yang tak bisa diduga dari teknologi yang ada,” kata Schmidt, seperti dikutip dari Techspot, Jumat (29/11/2024).
Schmidt menjelaskan skenario di mana seseorang menciptakan pacar AI yang dirancang sempurna, baik secara visual maupun emosional. Meski terdengar menarik, hubungan semacam ini dapat menyebabkan obsesi yang tidak sehat. Pengguna mungkin mulai menghabiskan waktu hanya dengan AI, mengabaikan hubungan nyata dengan orang lain, dan pada akhirnya menjadi terlalu bergantung pada entitas digital tersebut.
Ia menekankan pentingnya regulasi dan kesadaran terhadap risiko teknologi ini, mengingat tren ini bisa berdampak signifikan pada kesehatan mental individu, terutama pada generasi muda yang sedang membentuk hubungan emosional mereka.
Pacar AI mungkin menawarkan kenyamanan dan kesempurnaan yang sulit ditemukan di dunia nyata, tetapi pengguna harus tetap bijak agar tidak terjebak dalam dampak negatifnya.
Remaja, Bahaya AI, dan Dampaknya pada Kesehatan Mental
Mantan CEO Google, Eric Schmidt, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak teknologi AI pada remaja laki-laki. Ia menyoroti bahwa situasi ini sering kali menjadi lebih kompleks karena perubahan sosial yang memengaruhi jalan hidup tradisional pria muda.
“Ada banyak bukti kalau ini menjadi masalah untuk lelaki remaja. Di banyak kasus, jalan kesuksesan untuk pria muda menjadi lebih sulit karena edukasi mereka lebih rendah dibanding wanita saat ini,” ungkap Schmidt.
Ia juga mencatat bahwa banyak remaja laki-laki mencari pelarian ke dunia online untuk mendapatkan kenikmatan atau bahkan pendapatan, karena tantangan dalam kehidupan nyata semakin besar.
Kekhawatiran Schmidt ini bukan tanpa dasar. Pada Oktober lalu, sebuah kasus tragis terjadi ketika seorang ibu menggugat Character.ai atas kematian anak remajanya yang bunuh diri setelah menjadi terobsesi dengan chatbot AI. Bot ini dirancang berdasarkan karakter Daenerys Targaryen dari serial Game of Thrones. Korban dilaporkan menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari berbicara dengan chatbot tersebut hingga akhirnya terjebak dalam kesepian dan depresi.
Menurut Schmidt, remaja sangat rentan terhadap bahaya AI karena emosi mereka belum sepenuhnya matang. Ia menekankan pentingnya keterlibatan orang tua dalam aktivitas online anak-anak mereka. Namun, ia juga mengakui bahwa kemampuan orang tua untuk mengawasi dunia digital anak mereka sangat terbatas.
“Anda menghadapkan anak 12 atau 13 tahun di depan semua ini, dan mereka bisa mengakses semua hal baik ataupun buruk yang ada di dunia. Dan mereka belum siap untuk menghadapi ini,” jelas Schmidt.
Penting bagi orang tua dan masyarakat untuk memahami risiko teknologi seperti AI pada generasi muda dan mencari cara untuk melindungi mereka dari dampak buruk yang tidak terduga.
Baca juga berita teknologi terupdate